Saturday 16 May 2009

Keberhasilan Yusuf Kalla

JAKARTA (Suara Karya): Penilaian cendekiawan Muslim Syafii Maarif bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai the real president ditanggapi Partai Golkar sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan terhadap kerja keras Jusuf Kalla di pemerintahan.
Namun, Partai Golkar menegaskan, keberhasilan pemerintah merupakan buah soliditas dari kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla.

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar HR Agung Laksono dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Rully Chaerul Azwar kepada Suara Karya di Jakarta, Rabu (26/11).

Sebelumnya, usai memberikan pidato budaya dalam acara penganugerahan Habibie Award di Jakarta, Selasa (25/11) malam, Syafii Maarif menilai sesungguhnya Jusuf Kalla-lah yang menjadi pemimpin pemerintahan saat ini.

"Saya bukan pro JK (Jusuf Kalla--Red), bukan pro siapa-siapa. Tapi, kalau tidak ada JK, pemerintah tidak akan jalan. Yang praktis, bukan yang luar negeri. SBY bagus, tapi soal ekonomi, politik dalam negeri, keamanan siapa yang menyelesaikan?" kata Syafii Maarif. Menurut penilaiannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pandai menjaga citra dan pintar dalam menarik simpati luar negeri.

"Jadi, kalau Anda lihat pada zaman Soekarno-Hatta yang jadi gasnya adalah Soekarno, sedangkan remnya adalah Hatta. Tapi ini kan terbalik. Ini gasnya Jusuf Kalla. Tapi, its OK-lah," katanya.

Syafii Maarif mengaku, dalam hasil berbagai jajak pendapat tentang calon presiden yang berpeluang di Pemilu 2009, nama JK selalu rendah. "Saya tidak tahu penyebabnya. Tapi, secara riil, JK sudah berbuat banyak buat negeri ini, contohnya (penyelesaian) Aceh" katanya lagi.

Agung Laksono mengaku tidak tahu maksud pernyataan Syafii Maarif itu karena tidak mendengarnya secara langsung. "Saya tidak tahu maksud pernyataan itu. Tapi, mungkin pernyataan Pak Syafii Maarif itu sebagai apresiasi kerja keras Pak JK selama ini," katanya.

Agung Laksono yang juga Ketua DPR mengingatkan, meski sudah dipuji Syafii Maarif, Jusuf Kalla tetap memiliki wewenang dan tugas terbatas sebagai wakil presiden.

Ditanya apakah pernyataan Syafii Maarif itu bakal menjadi masukan bagi Partai Golkar untuk mengusung JK sebagai capres pada Pemilu 2009, Agung Laksono menyatakan, penetapan capres Partai Golkar diputuskan setelah hasil pemilu legislatif diketahui.

"Kita tidak berubah sikap. Untuk penetapan siapa calon presiden Partai Golkar, baru diputuskan setelah pemilu legislatif," katanya.

Selain berpegang pada hasil pemilu legislatif, pemilihan dan penetapan calon presiden dari Partai Golkar ditentukan melalui hasil survei.

"Kita juga menunggu hasil survei yang akan menjadi patokan dalam penentuan capres. Nanti akan dilihat elektabilitas dan popularitasnya," tutur Agung.

Dia menambahkan, masih ada kemungkinan-kemungkinan capres internal yang lain jika ternyata elektabilitas JK rendah dan Golkar berpeluang mengusung capresnya sendiri dengan memenangkan 30 persen suara. "Jadi masih dimungkinkan," ujarnya.

Rully Chaerul Azwar juga mengatakan, penilaian Syafii Maarif terhadap Jusuf Kalla harus ditanggapi positif. Jangan dilihat dalam perspektif untuk memecah soliditas pemerintahan SBY-JK.

"Siapa pun yang memberi penilaian positif kepada kami (Partai Golkar) harus kita hargai. Termasuk juga penilaian sebagai apresiasi yang baik terhadap Jusuf Kalla sebagai Wapres dan Ketua Umum DPP Partai Golkar," katanya.

Rully menegaskan, hingga saat ini Partai Golkar tetap berpandangan bahwa pemerintahan yang dipimpin SBY-JK sebagai duet sejati dan saling melengkapi. Penilaian yang objektif terhadap keberhasilan dan kekurangan pemerintahan tidak bisa dipisah antara satu sama lain.

"Keberhasilan di bidang ekonomi memang banyak yang dihasilkan oleh prestasi Pak JK, tapi kebijakan luar negeri juga dihasilkan Pak SBY. Jadi, SBY dan JK ini duet pemimpin yang ideal dan saling melengkapi, ini keberhasilan berdua," katanya. Rully berharap, pujian Syafii Maarif terhadap Jusuf Kalla tidak berdampak psikologis terhadap keharmonisan duet SBY-JK. Ia mengingatkan, sejumlah tokoh juga ada yang memuji keberhasilan SBY.

"Kali ini ada yang memuji JK. Jadi, penilaian-penilaian itu, baik yang negatif maupun positif terhadap kepemimpinan SBY-JK, jangan terlalu dipolitisir dan memojokkan satu sama lain," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Mubarok berpendapat, pujian Syafii Maarif terhadap JK bakal berdampak psikologis terhadap SBY dan JK sendiri. "Pasti Pak JK jadi nggak enak dengan Pak SBY," ujarnya.

Mubarok menilai, pernyataan Syafii Maarif itu sebagai tindakan tidak arif. Ia juga menuding Syafii Maarif tidak tahu kondisi sebenarnya tentang kerja sama dan keharmonisan hubungan SBY-JK.

Meski demikian, Mubarok berpendapat, pernyataan itu tidak akan berpengaruh terhadap peluang SBY pada Pilpres 2009. Ia juga menunjukkan, di berbagai survei nama SBY selalu mendapat ranking teratas.

"Pujian boleh saja didapat Pak JK. Tapi, dalam berbagai survei capres, nama Pak JK jarang disebut-sebut," ujarnya. (Kartoyo DS)

No comments: